Senin, 22 Agustus 2016

Legenda Kota Banyuwangi-Tanah Jawa

www.wisatakan.com

Legenda Kota Banyuwangi
Kabupaten Banyuwangi merupakan bagian paling Timur dari Wilayah Provinsi Jawa Timur. Di sebelah Utara Kabupaten Banyuwangi berbatasan dengan Kabupaten Situbondo. Di sebelah Timur berbatasan dengan Selat Bali. Di sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia. Adapun di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Jember dan Bondowoso. Kabupaten Banyuwangi terletak di ketinggian 0-1000 meter di atas permukaan laut. Luas Kabupaten Banyuwangi sekitar 578.250 ha atau 5.782,50 km2.
travel.detik.com

Terjadinya Kota Banyuwangi
            Di Kerajaan Sindureja, hiduplah seorang Raja Sidareja dan seorang patih yang amat setia. Ia bernama Patih Sidapaksa. Selain setia pada raja, Patih Sidapaksa, ia juga pemberani dan amat terampil memainkan berbagai peralatan perang. Oleh karena itu, Raja Sidareja sangat mempercayai patih tersebut.
            Suatu hari Raja Sidareja sedang bermuram durja. Permaisurinya sedang mengidam daging rusa muda. Ia merasa kebingungan mencari daging rusa muda tersebut. Maka dipanggillah Patih Sidapaksa untuk membantunya mencari daging rusa muda.
            Pagi-pagi benar sebelum matahari terbit, berangkatlah Patih Sidapaksa masuk ke dalam hutan. Ia berangkat sendiri tanpa didampingi seorang pengawal pun. Diawasinya segala gerakan yang terjadi di dalam hutan dengan mata tajam. Tiba-tiba ia melihat sesuatu bergerak di kejauhan. Ia menduga bahwa yang bergerak itu seekor rusa muda. Segera ditariknya busur yang telah siap ditangannya. Dibidiknya benda yang bergerak itu dengan matanya yang telah terlatih untuk membidik musuh. Dalam sekali tarikan, dilepaskannya anak panah, dan “jlep” terdengar suara anak panah menancap.
            Segera dihampirinya sasaran anak panahnya itu. Seketika itu, kecewalah Patih Sidapaksa karena ternyata anak panahnya bukan mengenai rusa.
            “Ah hanya daun paku terkena semilir angin saja yang merasakan panahku. Huh, tak kusangka, mencari rusa muda saja begitu susah! Coba kalau aku pergi ke arah sebaliknya. Sepertinya aku melihat beberapa pondok disana,” kata Patih Sidapaksa.
            Karena merasa jenuh dan kecewa, ia menuju ke sebuah desa terpencil di tengah hutan. Di desa itu sepi, namun bersih. Saat menuju ke desa itu, Patih Sidapaksa tak menyangka ia melihat seorang gadis yang amat cantik. Ia begitu terpesona. Untuk beberapa saat, ia tidak berbuat apa-apa. Ketika sadar, barulah ia mengejarnya.
            “Tuan mencari siapa?” tanya Sri Tanjung.
            “Hah?” ujat Patih Sidapaksa terkejut.
            “Aa.. aaku hanya ingin mencari seekor rusa muda, putri cantik. Tap.. tapi sudah sore begini aku tidak juga bisa menangkap satu pun rusa muda,” kata Patih Sidapaksa.
            “Tuan mencari seekor rusa muda?” tanya Sri Tanjung.
            “Be..benar putri cantik,” jawab Patih Sidapaksa.
            “Namaku Sri Tanjung. Saya anak Ki Buyut Kancur yang tinggal di desa terpencil ini. Hari sudah sore begini, pasti rusa-rusa muda sudah menyelinap masuk ke dalam sarangnya,” kata Sri Tanjung.
            “Namaku Sidapaksa, Sri Tanjung. Kalau begitu, aku akan menginap di hutan ini saja untuk melanjutkan pencarian esok hari,” kata Patih Sidapaksa memperkenalkan dirinya.
            “Oh, ...jangan, jangan. Banyak binatang buas disini. Menginaplah di pondok ayahku. Pondoknya tak jauh dari sini,”kata Sri Tanjung ramah.
            “Oh...terimakasih Sri Tanjung,” jawab Patih Sidapaksa.
Malam itu, Patih Sidapaksa menginap di pondok Ki Buyut Kancur, ayah Sri Tanjung. Tapi, ia tidak dapat tidur dengan nyenyak. Semalaman yang ia pikirkan hanyalah wajah Sri Tanjung. Timbul niatnya untuk memperistri gadis cantik itu.
Pagi harinya, Patih Sidapaksa segera mengutarakan niatnya untuk melamar Sri Tanjung pada Ki Buyut Kancur.
Tanpa disangka-sangka, ternyata Ki Buyut Kancur menerima lamaran Patih Sidapaksa. Pernikahan pun segera dilangsungkan secara sederhana.
Selama beberapa hari menginap di rumah Ki Buyut Kancur, ia tetap menjalankan tugas yang diberikan padanya.
Setiap hari ia mencari rusa muda untuk diambil dagingnya. Akhirnya ia berhasil memanah seekor rusa muda pada saat rusa itu tengah melintas di tempat persembunyian Patih Sidapaksa.
Setelah berhasil memanah rusa tersebut, patih Sidapaksa segera memutuskan kembali ke kerajaan. Tak lupa ia mengajak serta istrinya untuk hidup di kerajaan. Berbekal restu dari Ki Buyut Kancur, mereka berangkat menuju kerajaan untuk memperlihatkan hasil buruan.
Patih Sidapaksa dan Sri Tanjung pun kembali ke Kerajaan Sindureja. Mereka membawa daging rusa muda. Raja Sidareja benar-benar gembira. Namun, begitu melihat kecantikan Sri Tanjung, istri patihnya, muncullah sifat dengkinya. Ia merasa iri akan keberuntungan patihnya yang telah memperoleh seorang istri yang cantik jelita. Timbullah keinginannya untuk merebut istri patinya tersebut.
“Aku benar-benar gembira, patih. Kau benar-benar patihku yang tangguh. Dan kau pun tidak sekedar menuai buruan, istrimu eee... siapa namanya?” kara raja Sidareja.
“Sri Tanjung, Baginda,” jawab Patih Sidapaksa.
“Kau benar-benar beruntung. Istrimu sungguh cantik,” kata Raja Sidareja.
“Terimakasih Baginda...,” jawab Patih Sidapaksa.
“Akan tetapi, Patih. Masih ada satu tugas lagi yang harus kau kerjakan untukku. Kau harus mencari tiga lingkaran emas dan tiga gulung janggut putih. Dua benda ajaib itu amat penting agar kerajaan ini kuat,” kata Raja Sidareja.
“Em.....baiklah Baginda. Hamba akan pergi ke Negeri Indran seorang diri. Hamba titip istri hamba pada Baginda. Tolong jaga istri saya selama saya pergi,” ujar Patih Sidapaksa.
“Ya, patihku. Akan kulaksanakan pesanmu dengan sebaik-baiknya,” janji Raja Sidareja sambil tersenyum licik.
“Baiklah Baginda, hamba mohon pamit,” kata Patih Sidapaksa.
“Ya..,” ujar Raja Sidareja singkat.
Raja Sidareja memang sengaja menugaskan patihnya untuk pergi ke Negeri Indran. Karena negeri itu dikenal sebagai negeri jin yang angker. Bahkan menurut desas-desus, siapapun yang datang ke negeri itu pasti tidak kembali. Hal itu memang siasat agar Raja Sidareja bisa merebut Sri Tanjung, istri Patihny.
Patih Sidapaksa pergi ke Negeri Indran dengan gagah berani. Di dalam dada Patih Sidapaksa sebenarnya ada rasa bangga. Apalagi bila tiga lingkaran emas dan janggut ajaib itu berhasil menyelamatkan kerajaanya.
Akhirnya, pada hari keempat puluh, sampailah ia di Negeri Indran. Ternyata Negeri Indran juah dari bayangan angker. Negeri Indran sangat indah. Raja dan penduduknya sangat ramah. Bahkan Raja Negeri Indran membantu Patih Sidapaksa untuk membawa dua benda ajaib yang menjadi tugasnya. Patih Sidapaksa pun kembali ke kerajaan dengan penuh semangat.
Sesampainya di istana, ia langsung menghadap raja untuk memberitahukan keberhasilannya. Rakyat Sidareja yang mendengar keberhasilan Patih Sidapaksa bersorak-sorai dan menyambut kedatangan patih di gerbang kotaraja. Akan tetapi, tidak semua warga Sidareja gembira. Raja Sidareja tidak senang melihat patihnya berhasil.
“Ugh..! bagaimana bisa patihku berhasil? Negeri Indran itu kan sangat angker. Kalau begini, Sri Tanjung, tidak bisa kurebut,” kata Raja Sidareja.
Raja yang licik itu tidak kehilangan akal. Ia pun memfitnah bahwa Sri Tanjung telah merayunya untuk mendapatkan hartanya. Dan gawatnya Patih Sidapaksa benar-benar mempercayai apa yang dikatakan raja.
“Adinda,. Apakah benar kau bermaksud menjadi istri raja? Apa benar kata rajaku itu?” tanya Patih Sidapaksa.
“Hiks...hiks`...itu tidak benar, Kanda,” ujar Sri Tanjung sambil menangis. “Jika Kanda tidak percaya, bunuhlah ragaku ini dan buanglah mayat adinda ke sungai. Jika ternyata bau air sungai itu amis, itu menandakan adinda bersalah. Tapi, jika air itu berbau wangi, itu pertanda adinda suci dan perkataan adinda benar adanya,” jawab Sri Tanjung sambil menangis.
Namun, Patih Sidapaksa tidak mendengarkan perkataan. Ia menghunuskan pedangnya sehingga istrinya tersebut gugur di tangannya. Sesuai dengan permintaan istrinya, jenazah tersebut dibuang ke sungai.
“Huh.. kenap kau begitu tega denganku. Ini ulahmu sendiri. Tapi..uh.., bau apa ini? Darimana bau harum ini? Air sungai ini...air sungai ini.. begitu harum..,” kata Patih Sidapaksa terkejut.
Sri Tanjung memang tidak pernah membohongi suaminya. Tapi, nasi sudah menjadi bubur. Patih telah membunuh dam membuang jenazah istrinya ke sungai.
“Banyuwangi, banyuwangi, banyuwangiiiiii..” teriak Patih Sidapaksa.
Sejak saat itu Patih Sidapaksa menyesal dan terus berteriak banyuwangi. Banyuwangi berarti air yang wangi.


Sumber: Ristanti, Widya. 2007. Mengenal Cerita-Cerita Legenda di Tanah Jawa. Surakarta: Teguh Karya.
Semoga pengetahuan tentang legenda tersebut bermanfaat, menambah wawasan, serta mencintai budaya asli Indonesia tercinta ini.
Related Pos:
Asal-usul|Legenda Candi Roro Jonggrang /Prambanan
https://hastarika.blogspot.co.id/2016/08/legenda-candi-roro-jonggrang-prambanan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar